Makalah Sejarah Islam Asia Tenggara : Islam di Thailand
Jasa Pembuatan Makalah
Hub : 081378337623
BAB I
Hub : 081378337623
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kedudukan umat
Islam di pelbagai Negara di Asia Tenggara ini bermacam-macam. Di Indonesia,
Malaysia, dan Brunei, umat Islam adalah sebagai mayoritas, sedangkan di
Thailand, Singapura, dan Filiphina, mereka berada dalam minoritas. Agama yang
dipeluk oleh kebanyakan rakyat Thailand adalah Budhisme. Negara Gajah Putih
inilah yang akan pemakalah bahas dalam makalah singkat dan sederhana ini.
Budha adalah
agama terbesar di Thailand dan resmi menjadi agama kerajaan. Kehidupan Budha
telah mewarnai hampir seluruh sisi kehidupan di Thailand, dalam pemerintahan
(kerajaan), sistem dan kurikulum pendidikan, hukum, dan lain sebagainya. Namun
terdapat agama-agama lain, diantaranya adalah Islam, Kristen, Konghucu,
Hindu dan Singh.
Thailand merupakan salah satu negara di antara
negara-negara di kawasan antara benua Australia dan daratan China, daratan
India sampai laut China. Dengan begitu, Thailand cukup mudah untuk dijangkau
para pelancong dari zaman ke zaman untuk mencari penghidupan maupun penyebaran
agama.
Diperkirakan para penyebar Agama Islam yang
paling banyak datang ke Thailand sekitar tahun 1400 masehi atau secara berturut
datang setelah itu hingga keabad 15 dan 16, diduga bahwa penyebar-penyebar
tersebut adalah keturunan bani Abbasyiah. Adapun pendapat lain mengatakan bahwa
Islam diperkirakan datang ke negara Thailand sekitar pada abad ke 10 atau 11
melalui jalur perdagangan. Yang mana penyebaran Islam ini dilakukan oleh para
guru sufi dan pedagang yang berasal dari wilayah Arab dan pesisir India.
Di bawah jajahan negara-negara Eropa,
pelaksanaan hukum Islam di Asia Tenggara tidak mengalami perkembangan berarti,
sebaliknya malah banyak mengalami pengebirian. Melalui berbagai kebijaksanaan,
kolonial berhasil mereduksi dan membatasi pelaksanaan hukum islam. Bila
sebelumnya pelaksanaan hukum islam mencakup masalah perdata dan pidana,
sekarang menjadi terbatas hanya pada perkara - perkara yang berhubungan
kekeluargaan.
Hal yang sama juga terjadi pada minoritas
Muslim di Thailand. Meski mereka tidak pernah di jajah oleh bangsa Barat,
tetapi keberhasilan invansi Thai Budhis pada tahun 1786, perlahan namun pasti,
telah mengambil alih seluruh kekuasaan muslim.
Penduduk
mayoritas Islam di Thailand sekarang tinggal di empat provinsi bagian selatan,
yaitu Pattani, Yala, Naratiluat, dan Satul. Juga termasuk bagian dari provinsi
Shongkala. Seluruh provinsi ini dahulunya masuk wilayah kerajaan Pattani pada
abad ke-12, sebelum kerajaan Sukhotai berdiri. Mereka adalah ras melayu yang
hingga kini masih mempertahankan bahasa serta budaya melayu dalam praktik
kehidupan sehari-hari. Disebut dalam sejarah bahwa kerajaan Pattani merupakan
salah satu negara yang makmur dan berpengaruh di asia tenggara. Daerah ini
merupakan wilayah muda di negara Thailand, baik secara politik maupun
administratif.
Pembahasan akan dimulai dari sejarah masuknya Islam ke
wilayah ini serta proses Islamisasi yang ada. Kemudian kondisi pemerintahan
yang ada di Thailand, pendidikan dan kehiduapan keberagamaan yang dihadapi oleh
bangsa ini.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagamaina proses awal masuknya
Islam di Thailand?
2. Bagaimana perkembangan Islam di
Thailand?
3. Bagaimana keadaan Islam di
Thailand pada masa sekarang?
C. TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk mengetahui proses awal
masuknya Islam di Thailand.
2. Untuk mengetahui perkembangan
Islam di Thailand.
3. Untuk mnegetahui keadaan Islam di
Thailand pada masa sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
MASUKNYA ISLAM DI THAILAND
1. Gambaran
Umum Negara Thailand
Thailand biasa disebut juga Muangthai, atau Muangthai Risabdah,
atau Siam, atau negeri gajah putih, terletak di sebelah utara Malaysia, dan
sering dilukiskan sebagai bunga yang mekar diatas sebuah tangkai.
Thailand berarti negeri yang merdeka, karena memang merupakan satu-satunya
negeri di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh kekuasaan barat atau
Negara lain.[1]
Asal mula Thailand secara tradisional dikaitkan dengan sebuah
kerajaan yang berumur pendek, yaitu Kerajaan Sukhothai yang didirikan pada
tahun 1238 yang kemudian diteruskan oleh Kerajaan Ayutha yang berdiri pada
pertengahan abad ke-14 dengan wilayah kekuasaan yang lebih luas dibandingkan
kerajaan terdahulunya.[2]
Kerajaan Thailand (Muang Thai) adalah sebuah
negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laos dan Kampuchea di Timur,
Malaysia dan Teluk Siam di Selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di Barat.
Secara astronomis, negara ini terletak antara 6°LU - 20°LU dan 98°BT - 116°BT.
Thailand dulu dikenal dengan nama Siam, sampai saat ini nama Siam masih
digunakan di kalangan orang Thai, terutama kaum minoritas Tionghoa. Thailand
juga sering disebut Negeri Gajah Putih, karena gajah putih merupakan binatang
yang dianggap keramat oleh penduduk.
Negara Thailand memiliki penduduk yang
berasal dari multietnis yaitu bangsa 75% (Thai), 11% (China) etnis Tionghoa
yang memegang peranan besar dalam bidang ekonomi, 3,5% (Melayu) dibagian
selatan, dan sedikit Mon, Khamer, Puan dan Kharen.[3]
Di Thailand, negeri yang mayoritasnya beragama Budha,
terdapat lebih dari 10% penduduk muslim dari seluruh populasi penduduk Thailand
yang berjumlah kurang lebih 67 juta orang. Penduduk muslim Thailand sebagian
besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti di propinsi Pha Nga,
Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam sejarahnya adalah bagian dari
Daulah Islamiyyah Pattani. Dengan jumlah umat yang menjadi minoritas ini, walau
menjadi agama kedua terbesar setelah Budha, umat Islam Thailand sering mendapat
serangan dari umat Budha (umat Budha garis keras), intimidasi, bahkan
pembunuhan masal. Islam berada di daerah yang sekarang menjadi bagian Thailand
Selatan.[4]
2. Sejarah
Awal Masuknya Islam di Thailand
Thailand merupakan salah satu negara di antara
negara-negara di kawasan antara benua Australia dan daratan China, daratan
India sampai laut China. Dengan begitu, Thailand cukup mudah untuk dijangkau
para pelancong dari zaman ke zaman untuk mencari penghidupan maupun penyebaran
agama.
Diperkirakan para penyebar Agama Islam yang
paling banyak datang ke Thailand sekitar tahun 1400 masehi atau secara berturut
datang setelah itu hingga keabad 15 dan 16, diduga bahwa penyebar-penyebar
tersebut adalah keturunan bani Abbasyiah. Adapun pendapat lain mengatakan bahwa
Islam diperkirakan datang ke negara Thailand sekitar pada abad ke 10 atau 11
melalui jalur perdagangan. Yang mana penyebaran Islam ini dilakukan oleh para
guru sufi dan pedagang yang berasal dari wilayah Arab dan pesisir India.
Pendapat lain mengatakan Islam masuk ke
Thailand melalui Kerajaan Samudra Pasai di Aceh, salah satu bukti yang
menguatkan pendapat ini adalah ditemukannya sebuah batu nisan yang bertuliskan
Arab di dekat Kampung Teluk Cik Munah, Pekan Pahang yang bertepatan pada tahun
1028 M.[5]
Menurut
ahli lainnya, mereka berpendapat bahwa sebenarnya kedatangan Islam di negeri
muangthai telah terasa pada masa kerajaan sukhathai di abad ke-13, yang
merupakan buah dari hubungan dagang yang dibangun oleh para saudagar muslim.
Hal ini bermula pada dua orang bersaudara dari Persia, yaitu Syeikh Ahmad dan
Muhammad Syaid yang juga disebut Khaek Chao Sen (suatu cabang mazhab syiah),
menetap di kerajaan tersebut yang terus melakukan perdagangan sekaligus
menyebarkan agama Islam. Sebelum berdirinya kerajaan Ayyuthaya sebagai
pengganti kerajaan Shukhotai setelah yang terakhir ini runtih pada abad ke-14,
Islam telah memiliki kekuatan politik yang sangat besar. Perdagangan merupakan
perintis proses islamisasi dan perkembangan politik kerajaan-kerajaan maritim
diwilayah kepulauan di abad ke-15, 16 dan 17. Perdagangan juga pulalah yang
merupakan faktor dominan yang mendekatkan Islam dengan kerajaan Ayuthaya.[6]
Ada juga pendapat lainnya yang mengatakan
bahwa Islam masuk ke Negeri Gajah Putih itu ketika Kerajaan Samudera Pasai
ditaklukkan oleh kerajaan Siam (Thailand), banyak orang-orang Islam yang
ditawan, yang mana ketika itu Raja Zainal Abidin lah salah satu tawanan
kerajaan Siam yang kemudian di bawa ke Thailand. Para tawanan itu akan
dibebaskan apabila telah membayar uang tebusan. Kemudian para tawanan yang
telah bebas itu ada yang kembali ke Indonesia dan ada pula yang menetap di Thailand
dan menyebarkan agama Islam di wilayah Thailand Selatan yang berbatasan
langsung dengan Malaysia.
Pada tahap pertama Islam diwarnai da’wahnya
dengan Tasawuf dan Mistik setidaknya sampai pada abad ke-17. Hal ini karena
dirasa paling cocok dengan latar belakang masyarakat setempat yang dipengaruhi
oleh asketisme Hindu-Budha dan sinkretisme kepercayaan local dan tarekat
cenderung lebih toleran dengan tradisi semacam itu. Sehingga ditemukan bahwa
terdapat nama-nama ulama sufi terkenal sebagai penyebar Islam, diantaranya
adalah Syiekh Syafiuddin Ahmad Ad Dajjani Al-Qusyasyi, beliau adalah seorang
keturunan Abbas bin Abdul Muthalib (paman Nabi Muhammad s.a.w). Diceritakan
juga bahwa ada dua orang yang sezaman/bersahabat karib yang sama-sama
menjalankan aktivitas dakwah Syeikh Syafiuddin di Pattani.
Banyak yang menduga bahwa Beliaulah yang
pertama mengislamkan Pattani, barangkali anggapan ini adalah satu kekeliruan
karena Pattani memeluk Islam jauh lebih awal dari kedatangan beliau ke Pattani,
bahkan Pattani dianggap tampat yang telah lama menerima Islam tak ubahnya
seperti di Aceh juga.
B. PERKEMBANGAN ISLAM DI THAILAND
1. Kesultanan Islam Di Thailand
Kerajaan Pattani
Penduduk
mayoritas Islam di Thailand sekarang tinggal di empat provinsi bagian selatan, yaitu
Pattani, Yala, Naratiluat, dan Satul. Juga termasuk bagian dari provinsi
Shongkala. Seluruh provinsi ini dahulunya masuk wilayah kerajaan Pattani pada
abad ke-12, sebelum kerajaan Sukhotai berdiri. Mereka adalah ras melayu yang
hingga kini masih mempertahankan bahasa serta budaya melayu dalam praktik
kehidupan sehari-hari. Disebut dalam sejarah bahwa kerajaan Pattani merupakan
salah satu negara yang makmur dan berpengaruh di asia tenggara. Daerah ini
merupakan wilayah muda di negara Thailand, baik secara politik maupun
administratif.
Islam
masuk ke daerah kerajaan Pattani melalui pedagang-pedagang muslim dari Arab dan
India, karena daerah Pattani merupakan daerah yang maju dan strategis untuk
disinggahi. Yang mana mereka disebut sebagai khek Islam atau orang muslim
sebelum kerajaan Siam (Thailand) dibentuk. Karena pada awalnya, Pattani
merupakan daerah yang terpisah dari Siam (saat ini Thailand), Muslims have been
in Thailand since before the formation of the Thai kingdoms in the ninth
century.
Daerah
Patani pada awal abad ke-17 pernah menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di
Asia Tenggara. Patani dijuluki tempat kelahiran Islam di Asia Tenggara. Bahkan,
seorang Patani, Daud ibn Abdillah ibn Idris al-Fatani diakui sebagai seorang
ulama terkemuka mengenai ilmu-ilmu Islam di Asia Tenggara.
Pada
mulanya, Pattani sendiri merupakan kerajaan yang terletak di sebelah selatan
Thailand dengan mayoritas penduduk melayu yang dipimpin oleh penguasa muslim
yang bernama Sulaiman. Kerajaan Siam pada waktu itu berusaha untuk menguasai
Pattani dengan mengirimkan pasukannya berkali kali akan tetapi selalu gagal.
Hingga pada pemerintahan Sultan Muzhaffar, Pattani menuju zaman keemasannya,
sehingga menarik ketamakan Siam untuk kembali meguasai Pattani dan akhirnya
dapat menguasainya setelah perang bertahun tahun.
Dari
sinilah permulaan pemberontakan kaum muslim Pattani untuk melepaskan diri dari
Thailand yang telah menguasainya. Pasalnya, Siam bersikap keras dan menekan
kaum minoritas muslim dengan menyuruh mengganti nama nama mereka dengan nama
Thailand serta mengambil adat istiadatnya.[7]
Daerah
Patani pada awal abad ke-17 pernah menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di
Asia Tenggara. Patani dijuluki tempat kelahiran Islam di Asia Tenggara. Bahkan,
seorang Patani, Daud ibn Abdillah ibn Idris al-Fatani diakui sebagai seorang
ulama terkemuka mengenai ilmu-ilmu Islam di Asia Tenggara.
Daerah
yang sekarang disebut Thailand selatan pada masa dahulu berupa
kesultanan-kesultanan yang merdeka dan berdaulat, diantara kesultanan yang
terbesar adalah Patani. Pada abad ke empat belas masuklah Islam ke kawasan itu,
raja Patani pertama yang memeluk Islam ialah Ismail Syah. Pada 1603 kerajaan
Ayuthia di Siam menyerang kerajaan Patani namun serangan itu dapat digagalkan.
Pada
1783 Siam pada masa raja Rama I Phra Culalok menyerang Patani dibantu oleh
oknum-oknum orang Patani sendiri hingga pada tahun 1768 Sultan Mahmud gugur dan
Kesultanan jatuh ke tangan Kerajaan Siam atau juga dikenal dengan nama
Thai-Budha. Kerajaan ini mengambil meriam Sri Patani dan harta kerajaan dirampas
Siam untuk dibawa ke Bangkok.[8]
Maka
Tengku Lamidin diangkat sebagai wakil raja atas perintah Siam tetapi kemudian
ia pun berontak lalu dibunuh dan digantikan Dato Bangkalan tetapi ia pun
memberotak pula.
Pada
masa raja Phra Chulalongkorn tahun 1878.M Siam mulai mensiamisasi Patani
sehingga Tengku Din berontak dan kerajaan Patani pun dipecahlah dan unit
kerajaan itu disebut Bariwen.
Sebelum
peristiwa itu terjadi sesungguhnya pada 1873 M Tengku Abdulqadir Qamaruzzaman
telah menolak akan penghapusan kerajaan Patani itu. Kerajaan Patani kemudian
dipecah dalam daerah-daerah kecil Patani, Marathiwat, Saiburi, Setul dan Jala.
Institusi
sosial politik kesultanan berupaya untuk menopang proses islamisasi namun
terhalang setelah Pattani memasuki periode “Ratu-ratu Pattani” (1568-1688 M)
yang berawal dari pemberontakan Raja Kali terhadap singgasana Raja Lela. Di
samping itu, Pattani juga harus di hadapkan dengan gencarnya upaya kerajaan
Thai-Budha di Bangkok yang ingin menyatukan Kesultanan Pattani ke dalam wilayah
kekuasaannya.[9]
Pada
1909 M Inggris pun mengakui bahwa daerah-daerah itu termasuk kawasan Kerajaan
Siam. Dan pada tahun 1939 M, Nama Siam diganti dengan Muang Thai. Bahasa Siam
menjadi bahasa kebangsaan di kawasan Selatan, di sekolah-sekolah merupakan bahasa
resmi, tulisan Arab Melayu digantikan tulisan Siam yang berasal dari Palawa.[10]
Pencaplakan
yang dilakukan oleh kerajaan Thailand telah melahirkan masalah utama mengenai
minoritas muslim di Thailand. Orang-orang muslim yang berasal dari Pattani yang
dibawa ke Bangkok oleh tentara Thailand sebagai tawanan peran pada masa awal
perang pertama dan kedua. Dan orang-orang inilah kemudian menjadi bagian utama
masyarakat Islam di Thailand Tengah dan sebahagian dari mereka tetap memelihara
budaya dan bahasa mereka.[11]
2. Islam
di Thailand Setelah Jatuhnya Kesultanan Pattani
Setelah
jatuh ke tangan kerajaan Thailand, mobilitas ulama di wilayah Pattani masih
tetap berlangsung. Pendidikan Islam bagi anak-anak Muslim pun masih berjalan
seperti biasa karena kebijakan invasi damai yang dilakukan oleh Kerajaan Thai.
Namun, di sisi lain, tradisi dan peradaban Hindu-Budha cenderung menguat.[12]
Di bawah jajahan negara-negara Eropa,
pelaksanaan hukum Islam di Asia Tenggara tidak mengalami perkembangan berarti,
sebaliknya malah banyak mengalami pengebirian. Melalui berbagai kebijaksanaan,
kolonial berhasil mereduksi dan membatasi pelaksanaan hukum islam. Bila
sebelumnya pelaksanaan hukum islam mencakup masalah perdata dan pidana,
sekarang menjadi terbatas hanya pada perkara - perkara yang berhubungan
kekeluargaan.
Hal yang sama juga terjadi pada minoritas
Muslim di Thailand. Meski mereka tidak pernah di jajah oleh bangsa Barat,
tetapi keberhasilan invansi Thai Budhis pada tahun 1786, perlahan namun pasti,
telah mengambil alih seluruh kekuasaan muslim. Kekuatan dan keunggulan
kekuasaan Thai Budha atas Pattani Islam semakin terbukti ketika agama Budha
berhasil menempel pada institusi politik Thai modern, yang kemudian juga
berhasil menempel pada ideologi negara Thailand.[13]
Perasaan terasing dan ketidakpuasaan Muslim
Thailand menguat setelah kaum bangsawan Pattani dicopot dari semua kekuatannya
dan jabatan mereka dialihkan kepada birokrat dari Bangkok.
Pada masa pemerintahan PM Phibul Songkhram
(1938-1957) diberlakukan peraturan seperti memakai pakaian bergaya Barat,
mengadopsi nama-nama Thai jika ingin memasuki sekolah pemerintah atau melamar
pekerjaan di jajaran pemerintahan. Bahasa Melayu dilarang diajarkan dalam
sekolah negeri dan dalam lingkungan pemerintah. Para pejabat juga dilarang
menggunakan percakapan menggunakan bahasa Melayu.[14]
Masyarakat
Muslim secara tradisional menggunakan bahasa Melayu dibandingkan bahasa Thai
yang digalakkan oleh pemerintah pusat sebagai bahasa resmi negara. Keterpaksaan
masyarakat Melayu Muslim di Thailand Selatan dirasakan selama puluhan tahun,
sejak integrasi Melayu di selatan Thailand menjadi bagian dari Kerajaan
Thailand. Upaya menjaga ’tradisi nenek moyang’ menjadi bagian dari identitas
terkuat bagi keluarga Muslim Melayu di Thailand Selatan.
Kebanyakan masyarakat Muslim Thailand
cenderung mengisolasi diri mereka. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
kemampuan Bahasa Thai mereka sehingga sulit untuk berkomunikasi dengan orang
China atau Thai-Budha. Selain itu, siaran televisi dan radio memakai bahasa
Thai sebagai bahasa pengantar mereka, hanya koran yang memasukkan kolom bahasa
Melayu sehingga mereka lebih cenderung membaca koran atau menonton siaran
negara Malaysia.
Pada
1923 M, beberapa Madrasah Islam yang dianggap ekstrim ditutup, dalam sekolah-sekolah
Islam harus diajarkan pendidikan kebangsaan dan pendidikan etika bangsa yang
diambil dari inti sari ajaran Budha.
Pada
saat-saat tertentu anak-anak sekolah pun harus menyanyikan lagu-lagu
bernafaskan Budha dan kepada guru harus menyembah dengan sembah Budha.
Kementrian pendidikan memutar balik sejarah : dikatakannya bahwa orang Islam
itulah yang jahat ingin menentang pemerintahan shah di Siam dan menjatuhkan
raja.
Orang-orang
Islam tidak diperbolehkan mempunyai partai politik yang berasas Islam bahkan
segala organisasi pun harus berasaskan: Kebangsaan. Pemerintah pun membentuk
semacam pangkat mufti yang dinamakan Culamantri, biasanya yang diangkat itu
seorang alim yang dapat menjilat dan dapat memutar balik ayat sehingga ia
memfatwakan haram melawan kekuasaan Budha.
Pada
saat-saat tertentu dipamerkan pula segala persenjataan berat, alat-alat
militer. Lalu mereka mengundang ulama Islam untuk melihat-lihat, dengan harapan
akan tumbuh rasa takut untuk berontak. Akan tetapi orang-orang yang teguh dalam
keislamannya itu tetap berjuang, menegakkan sebuah negeri yang berdaulat berasas
Islam Republik Islam Patani.
Segala
upacara yang sekuler dikerjakan dan Islam hanya terbatas pada adat,
partai-partai pun tidak mau berdasarkan Islam dan tetap sekuler walaupun adat
agama adakalanya dibawa juga seperti salam dan bismillah seperti tercantum
dalam konstitusinya itu. Pondok Pesantren yang berfungsi sebagai tulang
punggung identitas dan pertahanan Islam hilang dan digantikan dengan sistem
sekolah agama modern.
Transformasi
dari loyalitas primordial ke loyalitas kepada negara dalam rangka menciptakan
intergrasi nasional biasanya merupakan agenda utama di negara-negara yang
proses perwujudan gagasan negara-negaranya belum selesai.
Agenda
ini menjadi sangat pelik apabila negara bersangkutan dengan pluralitas etnis,
budaya dan agama. Berdasarkan kategori itu, negara tersebut memiliki kelompok
mayoritas dan minoritas, dimana kelompok minoritas hendak dipaksa untuk
diintegrasikan ke dalam kelompok mayoritas.[15]
Dengan jumlah umat yang menjadi minoritas ini, walau menjadi
agama kedua terbesar setelah Budha, umat Islam Thailand sering mendapat
serangan dari umat Budha (umat Budha garis keras), intimidasi, bahkan
pembunuhan masal.
Pada
periode berikutnya, pemerintah mencabut kebijakan ekstrim rezim terdahulu dan
memberikan kebebasan terhadap kaum Muslim untuk menjalankan agamanya. Hal ini
membuat Muslim Thailand mulai terbuka dan berpartisipasi dalam pembangunan
nasional Muangthai serta dalam politik sebagai warga negara Muangthai sejak
tahun 1979. Sejak saat itu, Muslim Thailand mulai terpecah menjadi empat
kelompok, yaitu kelompok kepala kantor masyarakat Muslim di Muangthai, kelompok
modernis, kelompok ortodoks, dan kelompok Muslim Melayu di Selatan. Meski
terpecah karena perbedaan kepentingan, namun sama-sama memiliki komitmen
terhadap Islam.
Sebenanya, Muslim Thailand lebih memilih
untuk memisahkan diri dari Kerajaan Thailand atau bergabung dengan Malaysia,
meskipun berada di bawah pemerintahan Inggris agar dapat hidup dengan
masyarakat yang seagama, sebahasa, sebudaya dan sebangsa dengan mereka.
Minoritas
Muslim Pattani berusaha untuk mendapatkan otonomi penuh untuk mengatur politik
dan kebudayaan mereka sendiri agar dapat menegakkan Islam dalam masyarakat Melayu-Pattani
setelah melihat ketidakmungkinan mereka untuk memisahkan diri dan bersatu
dengan Malaysia.
Berbagai
pemberontakan terjadi dimana-mana sejak tahun 1909. Hingga pada tahun 1950
pemerintah mulai memberlakukan hukum Islam, meliburkan sekolah pada hari
Jum’at, memberi bantuan untuk pembangunan mesjid, tidak mewajibkan siswa Muslim
untuk mengikuti pelajaran etika Budha, dan mengangkat seorang pejabat Muslim
untuk membantu menangani persoalan-persoalan Islam. Namun kebijakan ini tidak
pernah terwujud secara konsisten dan tidak terpelihara.
Untuk
mewujudkan cita-citanya, baik memisahkan diri maupun otoritas penuh, minoritas
Muslim tergabung dalam organisasi seperti Pattani United Liberation
Organization (PULO), Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP), Barisan
Revolusi Nasional dan lain-lain.[16]
Pada tahun 1982 diadakan pertemuan di Malaka
yang diikuti oleh utusan beberapa negara Asia tenggara termasuk Thailand. Pada
kesempatan itu, hadir 800 melayu muslim Thailand dan terdapat bebrapa lulusan
Al Azhar mesir. Mereka berceramah tentang kehidupan minoritas Muslim di
Thailand.[17]
Pada tahun 2004 bertepatan pada bulan April, pada masa
kepekimpinan Thaksin Shinawarta, insiden berdarah telah terjadi sehingga
mengakibatkan 30 pemuda muslim tewas di masjid Kru Se. Peristiwa keji terjadi
yang kedua kalinya pada bulan oktober 2004 yang mengakibatkan 175 tahanan
pejuang Muslim Takbai meninggal dunia, akibat dijejalkan militer Thailand dalam
sebuah truk dengan kondisi tangan di belakang.
Pada perkembangan Muslim Pattani antara 2004 hingga Mei
2007. Periode ini sangat urgen tidak hanya karena banyaknya korban dalam kurun
waktu ini, setidaknya 2000 korban meninggal. Sehingga di penghujung tahun 2008,
Thailand ingin memiliki Perdana Menteri baru yang diharapkan dapat membawa
angin perubahan. Dengan rezim barunya harus berjuang keras mencari alternatie
dalam menangani masalah konflik Thailand Selatan.
Rupanya perdamaian Aceh (Gerakan Aceh
Merdeka) menjadi model upaya perdamaian dan rekonsiliasi di Thailand Selatan meskipun
sebenarnya Identitas lokal di Thailand Selatan lebih dekat dengan Kelantan dan
Kedah, Malaysia. Sampai saat inipun masyarakat muslim Pattani Thailand
menghadapi diskriminasi komplek dan teror yang berlarut-larut. Sehingga
kehidupan sosial maupun politik menjadi sangat terbatas.
C. ISLAM DI THAILAND PADA MASA KONTEMPORER
1. Hukum Islam di Thailand
Meskipun
Thailand terkenal sebagai negeri Budha, akan tetapi sekarang kerajaan cukup
mendukung kehidupan Islam untuk penduduknya. Tanggungjawab masalah berkaitan
agama Islam di Thailand diemban oleh seseorang mufti yang memperoleh gelar
Syaikhul Islam (Chularajmontree).
Mufti ini
berada di bawah kementerian dalam negeri dan kementerian pendidikan serta
bertanggungjawab pada raja. Mufti bertugas mengatur kebijakan yang bersangkutan
dengan kehidupan muslim, seperti penentuan awal serta akhir bulan Hijriyah.[18] Mufti membawahi dewan propinsial Islam yang
beranggotakan 26 orang dari tiap propinsi. Dan dewan tersebut membawahi sekitar
3494 masjid yang ada di Thailand[19]
Wewenang untuk mengadili urusan yang
berkaitan dengan keluarga dan warisan diserahkan kepada hakim agama yang
disebut Dato Yutitham. Inipun hanya berlaku di empat
propinsi daerah Muslim di Thailand Selatan, yaitu Pattani, Yala,
Naratiwat, dan Satun. Dato Yuttitam di pilih oleh imam - imam masjid dan
langsung dikontrol oleh pengadilan umum setempat. Seluruh keputusan yang
dikeluarkan tentunya mempunyai kekuatan hukum, meski terbatas di propinsi
tersebut.
Hukum Islam (mengenai keluarga dan warisan)
hanya berlaku di empat provinsi bagian selatan. Bagi muslim di propinsi lain,
karena syari’ah tidak diakui secara hukum, satu - satunya jalan adalah melalui
lembaga negara bila ingin di akui secara sah.
Belum adannya perangkat kodifikasi syariah
yang dapat di terima secara umum, sebenarnya sejak tahun 1940-an telah
diterapkan kodifikasi syari’ah yang sistematis mengenai keluarga dan warisan.
Kodifikasi ini tercakup dalam Undang-Undang Sipil Thailand. Seluruh
sistemnya berkaitan langsung dengan fiqih syafi’ih, karena mayoritas Muslim
Thailand menganut Mazhab ini. Dengan demikian, pertentangan antara Muslim yang
berbeda Mazhab tidak dapat di selesaikan oleh sistem peradilan yang ada. Selain
itu pihak yang berurusan terutama akan menghadapi persoalan dalam memilih
otoritas keagamaan dan prosedur yang dapat diterima oleh semuanya. Kontroversi
ini kadang-kadang dapat memperburuk pertentangan yang terjadi dalam masyarakat
Islam bahkan dalam suatu keluarga.
Keterbatasan ikatan hukum bagi hukum islam
karena keterbatasan subjek materinya. Misalnya ; Secara hukum adalah sah
perkawinan atau perceraian yang dilaksanakan oleh Dato yuttitam atau imam.
Namun, karena hukum negara tidak membenarkan poligami, maka perkawinannya
dengan wanita berikutnya, istri-istri dan anak cucunya tidak diakui secara
resmi. Semua hal selain dengan istri pertama dianggap tidak sah.
Konsekuensinya, bagi mereka yang menganut poligami, istri berikut serta
keturunan tidak mendapatkan hak secara hukum, seperti biaya pendidikan dan
kesehatan yang diperoleh oleh sang suami.
2. Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat Muslim
Thailand
Jumlah kaum muslimin di Thailand saat ini sekira 6 juta dari total 65 juta
penduduknya dan meskipun Islam adalah agama minoritas di Thailand – negara
berjuluk Gajah Putih yang berpenduduk mayoritas Budhis – masjid terus dibangun
di luar wilayah yang didominasi Muslim di perbatasan Malaysia, dengan Bangkok
dan resor wisata di wilayah selatan, Phuket.
Salah satu bangunan keagamaan di resor wisata saat ini misalnya, sedang
dibangun di jantung distrik Phuket, Kamala, teluk tertutup dan desa pemancingan
yang dikelilingi oleh bukit-bukit berhutan di utara pantai Patong.
Pembangunan
Masjid Phadungsat dimulai beberapa tahun lalu
setelah seorang Imam mengunjungi Phuket selama bulan Ramadhan. Pembangunan
tempai ibadah kaum Muslim tersebut diharapkan selesai tahun depan, dengan Arab
Saudi menjadi donatur yang menyumbangkan 1 juta Baht atau setara 35.000 USD. Menurut Kantor Statistik Nasional Thailand
pada tahun 2007, negara ini memiliki 3.500 masjid, dengan jumlah terbesar (636)
di provinsi Pattani .Menurut Departemen Agama (RAD), 99 persen dari masjid yang
berhubungan dengan Sunni cabang Islam dengan 1persen sisanya Syiah.
Di luar
Phuket, provinsi yang didominasi Muslim adalah Pattani, Yala, Narathiwat dan
sebagian dari Songkhla dan Chumphon yang memiliki populasi Muslim yang dominan,
yang terdiri dari Muslim etnis Thailand dan etnis Melayu.
Muslim lainnya banyak dijumpai di beberapa provinsi wilayah selatan negeri
kerajaan ini, antara lain Provinsi Pattai (80 persen, Yala (68,9 persen),
Narathiwat, Satun (67,8 persen) juga Songkhla, seluruh provinsi tersebut
dahulunya masuk wilayah kerajaan Pattani Raya pada abad ke-12, sebelum kerajaan
Sukhotai berdiri. Sebagian kecil
pemeluk Islam lainnya berasal dari Indonesia, Afrika, Pakistan, dan lainnya.[20]
Shalat lima waktu di masjid selalu
ramai – saf-saf terisi penuh. Komunitas-komunitas kecil seperti mahasiswa
muslim di kawasan ini kerap membuat halaqah-halaqah guna meningkatkan keimanan
mereka. Pusat dari kegiatan tersebut berada di Bangkok, yaitu Islamic
Center yang terletak di daerah Ramkhamhaeng. Selain itu, di setiap
Universitas biasanya terdapat Muslim Student Club. Biasanya kelompok tersebut
mendapat tempat khusus yang juga dapat digunakan untuk melaksanakan shalat.
Selain itu, hari Jumat menjadi
‘hari raya kecil’ yang disambut gembira oleh warga muslim di Bangkok yang
berbondong-bondong shalat Jumat. Banyak orang Islam yang berasal dari kawasan
berbeda datang untuk melaksanakan kewajiban shalat Jumat. Para pedagang
berjejer menjajakan makanan tepat di depan masjid, sehingga jamaah shalat dapat
membeli makanan yang terjamin kehalalannya seusai Jumatan.
Toleransi
antarumat beragama di Thailand sangatlah kuat. Saling menghormati adalah
kuncinya. Di kawasan ini juga terdapat banyak tempat peribadatan bagi pemeluk
Budha. Patung-patung Budha dan sesajian berupa air soda, bunga melati,
kemenyan, dan buah-buahan menjadi pemandangan biasa saat warga berjalan-jalan
di kawasan ini.
Para pemeluk Budha juga
menghormati umat Islam. Saat perayaan Hari Raya Idul Adha yang lalu misalnya,
umat Islam dapat merayakannya dengan bebas tanpa gangguan. Walaupun suasananya
sangat berbeda dengan Indonesia umumnya – di mana gema takbir tak terdengar
nyaring karena jumlah masjid yang minim – tetapi umat Islam di sini tetap
mempersiapkan diri merayakan hari besar Islam tersebut. Namun karena Thailand
merupakan Negara Budha, sehingga hari besar kaum muslimin (Idul Fitri dan Idul
Adha) tidak mereka liburkan. Selain itu, dalam tatanan
sosial, muslim Thailand mendapat julukan yang kurang enak, yaitu khaek
(pendatang, orang luar, tamu). Istilah ini juga digunakan untuk menyebut
tamu-tamu asing atau imigran lain.
Di zaman kontemporer sekarang ini,
pemerintah Thailand lebih akomodatif dalam memberikan kebijakan kepada
masyarakat muslim. Masyarakat diberi kebebasan dalam menjalankan ibadah.
Pemerintah menyediakan dana untuk membantu mereka dalam masalah-masalah yang
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan keagamaan. Kaum muslimin juga diperbolehkan
melaksanakan dakwah, membentuk organisasi, dan mengelola penerbitan literatur
keagamaan yang sekarang sedang tumbuh.
Ketersedian
makanan halal di Bangkok memang sangat sedikit, hanya ada di beberapa lokasi di
mana banyak orang Islam yang datang atau bermukim seperti di pusat
perbelanjaan, universitas, dan area sekitar masjid. Umumnya hanya ada
beberapa makanan halal di Thailand yang di impor dari Malaysia. Meski demikian
Pemerintah Thailand sudah lebih dulu punya aturan mengenai sertifikasi dan
label produk halal jika dibandingkan dengan Indonesia, sehingga negara itu bisa
menjadi pengekspor bahan pangan terbesar keenam ke berbagai negara lainnya.[21]
3.
Pendidikan Islam di
Thailand
Dalam bidang pendidikan, Pemerintah Thailand
memperbolehkan warga muslim Thailand untuk menyelenggarakan pendidikan Islam.
Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan pendidikan
Islam disana. Proses pendidikan Islam di Thailand sudah mengalami perkembangan
dan kemajuan. Hal itu bisa kita lihat dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh
beberapa lembaga Islam. Seperti pengajian bapak-bapak dan ibi-ibu, TPA/TKA dan
kajian mingguan mahasiswa adalah beberapa kegiatan rutin yang diadakan
mingguan.
Selain itu, pemerintah membantu penerjemahan
Al Quran ke dalam bahasa Thai, juga membolehkan warga muslim mendirikan masjid
dan sekolah muslim. Kurang lebih tercatat lebih dari 3000 masjid , dan 200
sekolah muslim di Thailand. Umat islam di Thailand bebas mengadakan pendidikan
dan acara-acara keagamaan. Tidak hanya itu saja, Program pengembangan
pendidikan Islam di Thailand sudah mencapai level yang lebih dari sekedar
nasional dan regional. Umat muslim Thailand bekerjasama dengan beberapa lembaga
pendidikan negara lain, baik yang nasional maupun internasional untuk
mengadakan seminar internasional pendidikan Islam. Mereka mengirimkan kader-kadernya
ke berbagai universitas dunia, seperti Al Azhar Mesir dan Madinah. Dan juga
beberapa universitas tanah air, seperti UII, UIN, Universitas Muhammadiyah dan
lainnya. Termasuk juga mengirimkan putra-putra Thailand ke berbagai pesantren
di Indonesia, termasuk Gontor. Pusat dakwah Islam terbesar di Bangkok terletak
di Islamic Center Ramkamhaeng.[22]
4. Lembaga Islam di Thailand
Gerakan dakwah
yang terus dilancarkan umat Islam diselatan mengenai kebebasan dan otoritas
beragama menghasilkan beberapa konsesi yang diberikan oleh pemerintah dan
akhirnya terbentuk organisasi-organisasi Islam yang menjadi corong kegiatan
umat secara nasional yang mendapatkan legal dari pemerintah organisasi tersebut
meliputi:
a. Kantor
chularajamantri atau shaikhul islam.
Kantor ini dianggap
sebagai kantor tertinggi masyarakat muslim Thailand. Kantor ini terdiri dari 26
provinsi yang memiliki banyak penduduk muslim. Chula yang dipilih harus
mendapatkan persetujuan dan pengesahan dari raja. Posisi chularazamontri, lebih
memiliki kekuatan simbolis administrasi ketimbang kekuatan yang sebenarnya
karena badan ini hanya berfungsi sebagai konsultan Departemen Agama dari
kementrian pendidikan, sejauh hubungan dengan Islam. Sampai tingkat tertentu
kepemimpinan informalnya cukup diakui dan dipakai. Dia menyelesaikan konflik
agama dalam masyarakat Islam, dan memimpin fungsi-fungsi agama pada tingkat
nasional, bahkan dia memberikan fatwa bila terdapat persoala yang menyangkut
umat Islam dan negara. Akan tetapi, bagaimanapun keputusannya tidak memiliki
kekuatan hukum yang mengikat atau legal, kecuali negara mengesahkan keputusan
tersebut.
b. Komite Islam
nasional
Lembaga ini
dimaksudkan sebagai lembaga tertinggi untuk urusan administrasi Islam di
Thailand. Di ketahui secara ex-officio oleh chularajamontri Islam di thailand,
komite terdiri dari 26 kepala komite Islam propinsi dan beberapa individu yang ditunjuk.
c. Komite masjid
Ini adalah
komite setiap masjid yang diketahui oleh imam yang diseleksi dan dipilih oleh
segenap anggota masyarakat. Sesuai dengan jumlah mesjid yang ada di Thailand.
d. Komite Islam
Provinsi
Merupakan
komite di setiap provinsi yang memiliki banyak penduduk muslim. Anggotanya
dipilih dari banyak imam yang salah satu anggotanya dijadikan ketua.[23]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Muslim di Thailand mempunyai sejarah
tersendiri yang bisa dibilang tragis dan berliku. Mulai dari abad ke-13 dimana
Agama Islam menapakkan kakinya di kerajaan Pattani dan kemudian menjadi
mayoritas di wilayah tersebut. Masyarakat muslim Thailand saat ini telah menjadi
bagian integral dari keseluruhan pemerintahan dan komunitas Thailand dari
beberapa abad yang lalu. Secara historis, kultur dan ekonomi, masyarakat
minoritas muslim di Thailand selatan telah mengalami peningkatan yang
signifikan dari waktu ke waktu. Akan tetapi mereka tetap berusaha menjadi
bagian komunitas yang dipahami.
Hal ini memunculkan era baru antara
muslim-pemerintah yang memberikan ruang lebih luas bagi umat muslim Thailand
merambah dunia politik dan ekonomi. Hal ini tampak dari pertumbuhan masjid di
Thailand yang berkembang pesat; Bangkok 159 masjid, Krabi 144 masjid,
Narathiwat 447 masjid, Pattani 544 masjid, Yala 308 masjid, Songkhla 204
masjid, Satun 147 masjid. Dan beberapa masjid di berbagai kota di thailand.
Biarpun begitu, minoritas muslim thailand masih jauh dari kelapangan dalam
hidup. Karena mereka tetap menjadi minoritas yang mendapatkan tekanan dan
diskriminasi yang tak henti henti.
B. SARAN
Demikianlah
yang dapat kami paparkan mengenai materi Islam di Thailand. Tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan kemampuan penulis
dalam menulis makalah ini.
Penulis banyak
berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis khususnya, juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Helmiati. 2007Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru :
Nusamedia.
[1] http://kota-islam.blogspot.co.id/2013/01/islam-di-thailand.html
diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.11.
[2] Helmiati, Sejarah
Islam Asia Tenggara, (Pekanbaru, Nusamedia, 2007), h. 237.
[3] http://aliumarumar.blogspot.co.id/2015/03/makalah-sejarah-agama-islam-di-thailand.html
diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.13.
[4] http://kota-islam.blogspot.co.id/2013/01/islam-di-thailand.html
diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.11.
[5] http://aliumarumar.blogspot.co.id/2015/03/makalah-sejarah-agama-islam-di-thailand.html
diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.13.
[6] https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=130875967090214&id=123862071124937
diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.15.
[7] http://kota-islam.blogspot.co.id/2013/01/islam-di-thailand.html
diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.11.
[8] Helmiati, Op.
Cit.
[9] Helmiati,Op.
Cit, h. 236.
[10] http://indramunawar.blogspot.co.id/2009/04/sejarah-perkembangan-islam-di-patani.html
diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.08.
[11] https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=130875967090214&id=123862071124937
diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.15.
[12] Helmiati,Op.
Cit, h. 237.
[13]
http://aliumarumar.blogspot.co.id/2015/03/makalah-sejarah-agama-islam-di-thailand.html
diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.13.
[14] Helmiati,Op.
Cit, h. 240-245.
[15] http://indramunawar.blogspot.co.id/2009/04/sejarah-perkembangan-islam-di-patani.html
diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.08.
[16] Helmiati,Op.
Cit, h. 240-245.
[17]http://sejarah-peradabanislam.blogspot.co.id/2011/11/sejarah-peradaban-islam-di-thailand.html diakses pada tanggal 14
Mei 2017 pukul 20.17.
[18] http://mirajnews.com/2016/10/islam-agama-kedua-terbesar-di-thailand.html/132843 diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.08
[19] https://muslim.or.id/5940-kehidupan-islam-di-negeri-gajah-putih.html diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.03.
[20] http://mirajnews.com/2016/10/islam-agama-kedua-terbesar-di-thailand.html/132843 diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.08
[21] Ibid.
[22] http://alhusnakuwait.blogspot.co.id/2012/11/perkembangan-islam-di-thailand.html diakses pada tanggal 14 Mei 2017
pukul 20.01.
[23]
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=130875967090214&id=123862071124937
diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pukul 20.15.
Komentar
Posting Komentar