MAKALAH EKONOMI ISLAM; KONSEP UANG DALAM EKONOMI ISLAM
Jasa Pembuatan Makalah
Hub : 081378337623
BAB I
Hub : 081378337623
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Uang adalah instrumen
perekonomian yang sangat penting. Hampir semua kegiatan ekonomi sangat
bergantung pada instrumen ini yang antara lain, berfungsi sebagai alat tukar
ataupun alat bayar. Oleh karena itu, kehadiran uang dalam kehidupan sehari-hari
sangat vital, terutama untuk memperoleh barang, jasa, serta kebutuhan hidup
lainnya.
Uang adalah inovasi
modern yang menggantikan posisi barter, atau tukar menukar satu barang dengan
barang lainnya. Disamping itu terhapusnya sistem pertukaran barter dalam
sejarah ekonomi bangsa tidak terjadi dalam waktu yang sama. Sekalipun
pertukaran barter mengalami penurunan tajam setelah uang mengambil alih fungsi
sebagai alat tukar perdagangan internasional, namun pertukaran barter kini banyak
dilihat sebagai alternatif yang bagus dalam perdagangan antar negara.
Perekonomian
modern tidak dapat dipisahkan dengan pentingnya uang. Uang ibarat darah dalam
tubuh manusia, tanpa uang, perekonomian tidak akan dapat berjalan sebagaimana
mestinya.
Hal inilah yang membuat penulis
tertarik untuk menulis makalah yang berjudul Uang dalam Perspektif Ekonomi
Islam.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
yang dimaksud dengan uang?
2.
Apa
saja fungsi-fungsi uang?
3.
Bagaimana
sejarah perkembangan uang?
4.
Bagaimanakah
uang menurut pandangan para ulama?
5.
Bagaimana
konsep uang dalam konvensional?
6.
Bagaimana
konsep uang dalam Islam?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui mengenai pengertian uang.
2.
Untuk
mengetahui fungsi-fungsi uang.
3.
Untuk
mengetahui mengenai sejarah perkembangan uang.
4.
Untuk
mengetahui mengenai uang menurut pandangan para ulama.
5.
Untuk
mengetahui mengenai konsep uang dalam
konvensional.
6.
Untuk
mengetahui mengenai konsep uang dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI UANG
1.
Pengertian Uang
Uang adalah alat tukar atau instrument
yang cukup penting dalam proses transaksi ekonomi.[1] Uang diciptakan
dalam perekonomian dengan tujuan untuk melancarkan kegiatan tukar menukar dan
perdagangan. Maka uang didefinisikan sebagai benda-benda yang disetujui oleh
masyarakat sebagai alat perantaraan untuk mengadakan tukar menukar atau
perdagangan.[2]
Secara sederhana uang didefenisikan
sebagai segala sesuatu yang dipergunakan sebagai alat bantu dalam pertukaran.
Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai
uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum
yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar.[3]
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional
didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat
tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di
masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern,
uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima
sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta
kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang.[4]
Secara
kesimpulan, uang adalah suatu benda yang diterima secara umum oleh masyarakat
untuk mengukur nilai, menukar, dan melakukan pembayaran atas pembelian barang
dan jasa, dan pada waktu yang bersamaan bertindak sebagai alat penimbun
kekayaan.
Dalam pengertian kontemporer, uang
adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk
mengadakan tukar-menukar atau perdagangan dan sebagai standar nilai. Jadi uang
adalah sarana dalam transaksi yang dilakukan dalam masyarakat baik untuk barang
produksi maupun jasa, baik itu uang yang berasal dari emas, perak, tambaga,
kulit, kayu, batu, besi, selama itu diterima masyarakat dan dianggap sebagai
uang.[5]
Keberadaan
uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih
kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern
karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan
pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan
dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian
tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.[6]
Dalam ekonomi Islam, secara
etimologi uang berasal dari kata al-naqdu, pengertiannya ada beberapa makna
yaitu: al-naqdu
berarti yang baik dari dirham, menggenggam dirham,
membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai.[7]
Selain itu, dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is
goods public).[8]
Uang menurut fuqaha tidak terbatas
pada emas dan perak yang dicetak, tapi mencakup seluruh jenisnya dinar, dirham
dan fulus. Ini mengisyaratkan bahwa uang
adalah standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas.[9]
Pada intinya, uang adalah
sesuatu yang dijadikan sebagai alat untuk melakukan transaksi pembayaran
ekonomi di mana sesuatu yang dijadikan sebagai uang diterima, dipercaya dan
disukai oleh masyarakat atau orang-orang yang melakukan transaksi ekonomi.[10]
2.
Syarat-syarat
Uang
Agar
masyarakat menyetujui penggunaan suatu benda sebagai uang, haruslah benda itu
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.
Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu
ke waktu
b.
Mudah di bawa-bawa
c.
Mudah di simpan tanpa mengurangi nilainya
d.
Tahan lama
e.
Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan)
f.
Bendanya mempunyai mutu yang sama.[11]
B.
FUNGSI UANG
1.
Fungsi Asli dan Fungsi Turunan Uang
a.
Fungsi Asli Uang[12]
·
Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium
of exchange yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yang akan melakukan
pertukaran tidak perlu menukarkan dengan barang, tetapi cukup menggunakan uang
sebagai alat tukar. Kesulitan-kesulitan pertukaran dengan cara barter dapat diatasi
dengan pertukaran uang.
·
Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit
of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang
diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga
dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Sebagai alat
satuan hitung, uang berperan untuk memperlancar pertukaran.
·
Selain itu, uang berfungsi sebagai alat
penyimpan nilai (valuta) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli
dari masa sekarang ke masa
mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai
pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang
tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa pada masa mendatang.
b.
Fungsi Turunan Uang
·
Uang sebagai alat pembayaran yang sah
Kebutuhan
manusia akan barang dan jasa yang semakin bertambah dan beragam tidak dapat
dipenuhi melalui cara tukar-menukar atau barter. Guna
mempermudah dalam mendapatkan barang dan jasa yang diperlukan, manusia
memerlukan alat pembayaran yang dapat diterima semua orang, yaitu uang.
·
Uang sebagai alat pembayaran utang
Uang dapat
digunakan untuk mengukur pembayaran pada masa yang akan datang.
·
Uang sebagai alat penimbun kekayaan
Sebagian orang
biasanya tidak menghabiskan semua uang yang dimilikinya untuk keperluan
konsumsi. Ada sebagian uang yang disisihkan dan ditabung untuk keperluan pada
masa datang.
·
Uang sebagai alat pemindah kekayaan
Seseorang yang
hendak pindah dari suatu tempat ke tempat lain dapat memindahkan kekayaannya
yang berupa tanah dan bangunan rumah ke dalam bentuk uang dengan cara
menjualnya. Di tempat yang baru dia dapat membeli rumah yang baru dengan
menggunakan uang hasil penjualan rumah yang lama.
·
Uang sebagai alat pendorong kegiatan ekonomi
Apabila nilai
uang stabil orang lebih bergairah dalam melakukan investasi. Dengan adanya
kegiatan investasi, kegiatan ekonomi akan semakin meningkat.[13]
2.
Fungsi Uang dalam Ekonomi Islam
Pada
umumnya ulama dan ilmuwan social Islam menyepakati fungsi uang sebagai alat
tukar saja. Bahkan Ibnul Qayyim mengecam system ekonomi yang menjadikan uang
sebagai komoditas yang bisa dijual belikan dengan kelebihan untuk mendapatkan
keuntungan.[14]
Dalam
konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat. Barang siapa yang menimbun
uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang
dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja
menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses
atau kelancaran jual beli. Implikasinya proses pertukaran dalam perekonomian
terhambat.
Berdasarkan
hal ini, dalam perspektif Islam fungsi uang hanya terbatas pada uang sebagai
alat tukar barang dan jasa. Islam melarang penumpukan uang dan menjadikan uang
sebagai sebuah komuditas.[15]
Uang itu dapat bermanfaat jika ditukarkan dengan benda yang nyata atau untuk
membeli suatu jasa.[16]
Persamaan
fungsi uang dalam sistem Ekonomi Islam dan Konvensional, sebagaimana kita lihat
di atas adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan
nilai (unit of
account).
Perbedaannya
adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store
of value) yang kemudian berkembang menjadi motif money
demand for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu
komoditi perdagangan.[17]
C.
SEJARAH PERKEMBANGAN UANG[18]
Uang
yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang.
Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha
memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika
ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari
buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah
yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.
Perkembangan
selanjutnya mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi
sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh
barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang
mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya.
Akibatnya muncullah system 'barter' yaitu barang yang ditukar dengan barang.
Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem
ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang
yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan
untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai
pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya.
Untuk
mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda
tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar.
Benda-benda
yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima
oleh umum (generally accepted) benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar
diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari;
misalnya garam yang oleh
orang Romawi digunakan
sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah.
Pengaruh
orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang: orang Inggris menyebut upah
sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang
berarti garam.[19]
Barang-barang yang dianggap indah dan bernilai lainnya, seperti kerang pernah
dijadikan sebagai alat tukar sebelum manusia menemukan uang
logam.
Meskipun
alat tukar sudah ada, namun manusia kesulitan dalam pertukaran tetap ada.
Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat
tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage),
dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul
pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah
hancur atau tidak tahan lama.
Kemudian
muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena
memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah
rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan.
Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut
sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai
bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang
tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual
atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
Sejalan
dengan perkembangan perekonomian, timbul suatu anggapan kesulitan ketika
perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah
sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas. Penggunaan uang
logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga
diciptakanlah uang kertas Mula-mula uang kertas yang beredar
merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk
melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu
merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai
emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya.
Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara
langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan
'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.[20]
D.
UANG MENURUT
PANDANGAN ULAMA
Dalam pandangan al-Gazali
uang adalah: “Nikmat Allah (barang)
yang dipergunakan masyarakat sebagai mediasi atau alat untuk mendapatkan
bermacam-macam kebutuhan hidupnya, yang secara subtansial tidak memiliki nilai
apa-apa, tetapi sangat dibutuhkan manusia dalam upaya pemenuhan bermacam-macam
kebutuhan mereka (sebagai alat tukar).
Karena itu al-Gazali
mengibaratkan uang sebagai “ cermin yang tidak mempunyai warna sendiri tapi
mampu merefleksikan semua jenis warna.” Dengan melihat kriteria tersebut diatas dapat dilihat bahwa dalam
memberikan definisi uang, al-Gazali tidak hanya menekankan pada aspek fungsi.
Definisi yang demikian lebih konprehensif dibandingkan dengan batasan-batasan
yang dikemukakan oleh kebanyakan ekonomi konvensional. Sebab kebanyakan dari
mereka mendefinisikan uang sebatas pada fungsi-fungsi yang melekat padanya.
Menurut Al-ghazali dan ibn
Khaldun, definisi uang adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran
nilai harga, media transaksi pertukaran, dan media simpanan.[21]
Ibnu khaldun
mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan. Ia menyatakan, kemudian Allah Ta’ala
menciptakan dari dua barang tambang, emas dan perak sebagai nilai untuk setiap
harta. Dua jenis ini merupakan simpanan dan perolehan orang-orang di dunia
kebanyakannya.
Menurut Ibnu Khaldun, jika nilai
uang tidak diubah melalui kebijaksanaan pemerintah, maka kenaikan atau
penurunan harga barang semata-mata akan ditentukan oleh kekuatan penawaran (supply)
dan permintaan (demand), sehingga setiap barang
akan memiliki harga keseimbangan. Misalnya, jika di suatu kota makanan yang
tersedia lebih banyak daripada kebutuhan, maka harga makanan akan murah,
demikian pula sebaliknya. Inflasi (kenaikan) harga semua atau sebagian besar
jenis barang tidak akan terjadi karena pasar akan mencari harga keseimbangan
setiap jenis barang. Apabila satu barang harganya naik, namun karena tidak
terjangkau oleh daya beli, maka harga akan turun kembali.[22]
Umar Bin khattab berkata bahwa mata
uang dapat dibuat dari benda apa saja sampai-sampai kulit unta. Ketika suatu
benda tersebut sudah ditetapkan menjadi mata uang yang sah, maka barang
tersebut sudah berubah fungsinya dari barang biasa menjadi alat tukar yang sah
dengan segala fungsi dan turunannya. Jumhur ulama telah sepakat bahwa illat,
emas dan perak diharamkan pertukarannya kecuali serupa dengan serupa, sama
dengan sama oleh Rasulullah SAW adalah karena tsumuniyyah yaitu barang-barang
tersebut menjadi alat tukar, penyimpanan nilai di mana semua barang ditimbang
dan dinilai dengan nilainya.
Maka dari itu, saat uang kertas
telah menjadi alat pembayaran yang sah, sekalipun tidak dilatar belakangi oleh
emas, maka kedudukannya dalam hukum sama dengan kedudukan emas dan perak yang
pada waktu Al-Quran diturunkan tengah menjadi alat pembayaran yang sah. Uang
kerta juga diakui sebagai harta kekayaan yang harus dikeluarkan zakat
daripadanya. Dan zakatpun sah dikeluarkan dalam bentuk uang kertas. Dan uang
kertas juga dapat dipergunakan sebagai alat untuk membayar mahar.[23]
Di kalangan ekonom muslim terjadi
perbedaan pendapat terhadap fungsi uang sebagai alat penyimpan nilai ini.
Mahmud Abu Su’ud seperti yang dikutip Ahmad Hasan, berpendapat bahwa uang
sebagai penyimpan nilai adalah ilusi yang batil. Karena uang tidak bisa
dianggap sebagai komoditas layaknya barang-barang pada umumnya. Uang sama
sekali tidak mengandung nilai pada bendanya. Uang sebagai alat tukar beredar
untuk proses tukar-menukar.
Pendapat Abu Su’ud ini agaknya
sejalan dengan apa yang diungkarkan oleh al-Ghazali bahwa uang itu ibarat
cermin yang hanya dapat menilai sesuatu yang ada di depannya namun tidak dapat
menilai dirinya sendiri. Pendapat Abu Su’ud yang meniadakan fungsi uang sebagai
penyimpan nilai disatu sisi mendapat dukungan dari Adnan al-Turkiman yang
mengkhawatirkan jika uang berfungsi sebagai penyimpan nilai akan terjadi
penimbunan uang karena sifat alamiah uang yang tahan lama menungkinkan
menyimpannya dalam waktu yang lama dan menahan peredarannya. Namun disisi lain
Adnan al-Turkiman membantah pendapat Abu Su’ud yang meniadakan fungsi uang
sebagai penyimpan nilai yang ditujukan untuk digunakan dalam proses transaksi dagang
pada masa yang akan datang. Monzer Kahf memberikan tanggapan terhadap pendapat
Abu Su’ud yang meniadakan fungsi uang sebagai penyimpan kekayaan ini,
sebenarnya pelaku ekonomi memungkinkan memilih waktu yang sesuai untuk
melakukan transaksinya.
Misalnya sesorang yang memiliki
kurma membutuhkan apel di waktu lusa, maka ia dapat saja menjual kurmanya hari
ini kemudian pulang dan menyimpan uangnya terlebih dahulu, lusa baru ia membeli
apel sesuai dengan waktu ia membutuhkannya. Muhamad Zaki Syafi’i dalam menyikapi
hal ini, mencoba membedakan antara menyimpan uang dengan menumpuk uang.
Menurutnya menyimpan uang (menabung) dianjurkan. Setiap apa yang lebih dari
kebutuhan setelah menunaikan hak Allah adalah tabungan (saving).
Sedangkan menimbun uang berarti mencegah untuk melaksanakan kewajiban (hak
Allah).[24]
E.
UANG MENURUT
KONVENSIONAL
Istilah
uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik (interchangeability),
yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital. Dalam ekonomi
konvensional terdapat beberapa pengertian. Frederic S, Mishkin, mengemukakan
konsep Irving Fisher, bahwa semakin cepat perputaran uang maka semakin
besar income yang diperoleh. Persamaan ini juga berarti bahwa uang
adalah flow concept, Fisher juga
mengatakan bahwa sama sekali tidak ada korelasi antara kebutuhan memegang uang
(demand for holding money) dengan tingkat suku bunga. Konsep ini hampir
sama dengan konsep yang ada dalam ekonomi Islam, bahwa uang adalah flow
concept bukan stock concept.
Pendapat
lain yang diungkapkan oleh Mishkin adalah konsep dari Marshall Pigou dari
Cambridge yang mengatakan bahwa uang adalah stock concept oleh sebab itu
kelompok Cambridge mengatakan bahwa uang adalah salah satu cara untuk menyimpan
kekayaan (store of wealth).[25]
Dalam konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas. Misalnya
dalam buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang
diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian.
F.
UANG DALAM
KONSEP ISLAM
Konsep uang dalam ekonomi Islam jelas dan tegas
bahwa uang adalah uang bukan capital. Sedangkan menurut ekonomi
konvensional diartikan sebagai uang dan sebagai capital.[26]
Menurut Al-ghazali dan ibn Khaldun, definisi
uang adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga,
media transaksi pertukaran, dan media simpanan.
1.
Uang Sebagai Ukuran Harga
Abu
Ubaid (w. 224 H) menyatakan bahwa dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu,
sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai harga keduanya.
Imam
Ghazali (w. 505 H) menegaskan bahwa Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai
hakim penengah diantara seluruh harta agar seluruh harta bisa diukur dengan
keduanya. Dikatakan, unta ini menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak za’faran
ini menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran, maka keduanya
bernilai sama.
Ibn
Rusyd (w. 595 H) menyatakan bahwa, ketika seseorang susah menemukan nilai
persamaan antara barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan dirham untuk
mengukurnya. Apabila seseorang menjual kuda dengan beberapa baju, nilai harga
kuda itu terhadap beberaba kuda adalah nilai harga baju itu terhadap beberapa
baju. Maka jika kuda itu bernilai 50, tentunya baju-baju itu juga harus
bernilai 50.
2.
Uang Sebagai Media Transaksi
Uang
menjadi media transaksi yang sah yang
harus diterima oleh siapa pun bila ia ditetapkan oleh negara. Inilah perbedaan
uang dengan media transaksi lain seperti cek. Berlaku juga cek sebagai alat
pembayaran karena penjual dan pembeli sepakat menerima cek sebagai alat bayar.
Begitu
pula dengan kartu debet, kartu kredit dan alat bayar lainnya. Pihak yang
dibayar dapat saja menolak penggunaan cek atau kartu kredit sebagai alat bayar
sedangkan uang berlaku sebagai alat pembayaran karena Negara mensahkannya.
3.
Uang Media Penyimpanan Nilai
Al-Ghazali
berkata: “kemudian disebabkan jual beli, muncul kebutuhan terhadap dua mata
uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dengan baju, dari mana dia
mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa? Jual beli terjadi
pada jenis barang yang berbeda-beda seperti dijual baju dengan makanan dan
hewan dengan baju. Barang-barang ini tidak sama, maka diperlukan “hakim yang
adil” sebagai penengah antara kedua orang yang ingin bertransaksi dan berbuat
adil satu dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian
diperlukan jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhan yang terus-menerus.
Jenis harta yang paling bertahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah
uang dari emas, perak, dan logam.[27]
Perbedaan
antara konsep Islam dengan konsep konvensional[28]
KONSEP ISLAM
|
KONSEP KONVENSIONAL
|
1.
Uang tidak identik dengan modal.
2.
Uang adalah public goods.
3.
Modal adalah private goods.
4.
Uang adalah flow concept.
5.
Modal sebagai stock concept.
|
1.
Uang seringkali diidentikkan dengan
modal.
2.
Uang (modal) adalah private
goods.
3.
Uang (modal) adalah flow concept
bagi fisher.
4.
Uang (modal) adalah stock
concept bagi Cambridge school
|
Menurut al-Ghazali dalam Gamal, uang
diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua
warna, yang maksudnya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan
harga semua barang, atau dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang
tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang
artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang
akan memberikan kegunaan.[29]
Modal adalah kekayaan yang
dihasilkan manusia dan digunakan untuk menghasilkan kekayaan yang lebih lanjut.
Namun, kekayaan yang didapatkan bisa
berupa bunga ketika kita menabung atau meminjamkan uang kepada seseorang atau
sebuah lembaga. Kekayaan juga bisa didapat dari penjualan uang dolar yang kita
punya ketika harga dollar naik. Hal ini dilarang dalam system ekonomi Islam
sehingga uang tidak selalu disamakan dengan modal meskipun uang dapat dijadikan
sebagai modal.[30]
Dalam perspektif Islam, tujuan utama
keuangan Islam adalah pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar
sehingga penyebaran uang dapat beredar di masyarakat, tidak hanya terkumpul
pada satu orang saja. Selain itu, juga berujuan agar pembangunan ekonomi bagi
semua umat manusia.[31]
Merujuk kepada Al-Quran, al-Ghazali
dalam Gamal berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah seorang penjahat,
karena menimbun uang berarti menarik uang sementara dari peredaran.Dalam teori
moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang. Hal ini
berarti memperkecil terjadinya transaksi, sehingga perekonomian menjadi lesu.
Selain itu, al-Ghazali juga menyatakan bahwa mencetak atau mengedarkan uang palsu
lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham, karena mencuri adalah suatu
perbuatan dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan
terus berulang setiap kali uang palsu itu dipergunakan dan akan merugikan
siapapun yang menerimanya dalam jangka waktu yang lebih panjang.[32]
Dalam konsep ekonomi Islam uang
adalah milik masyarakat (money is public goods). Barang siapa yang
menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang
beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang
sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi
proses atau kelancaran jual beli. Implikasinya proses pertukaran dalam
perekonomian terhambat. Di samping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong
manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas
beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai
imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam
melarang penumpukan / penimbunan harta, memonopoli kekayaan.[33]
Dalam Islam, apapun yang berfungsi sebagai uang, maka
fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange (alat tukar). Ia bukan
suatu komoditas yang bisa diperjualbelikan dengan kelebihan baik secara on
the spot maupun bukan. Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah
bahwa ia tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya
sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan
manusia dapat terpenuhi. Inilah yang dijelaskan oleh Imam Ghazali bahwa emas
dan perak hanyalah logam yang di dalam substansinya (zatnya itu sendiri) tidak
ada manfaat atau tujuan-tujuannya.[34]
Dalam Islam, seseorang memiliki uang
karena motiv spekulasi dilarang karena uang menurut Islam hanya sebagai alat
tukar menukar dan sebagai standar nilai. Sehingga al-Ghazali berpendapat
perdagangan uang dengan uang terlarang karena akan memenjarakan fungsi uang
sebagai alat pertukaran, jika suatu uang dapat membeli atau dibeli dengan uang
lain, maka uang berarti tidak lagi berfungsi sebagai alat tukar tapi sebagai
komoditi, padahal itu dilarang dalam Islam. Berpijak dari teorinya tentang
fungsi uang sebagai alat tukar, Ibn Tamiyah pun sangat menentang perdagangan
uang, karena tindakan ini menurutnya akan menghilangkan fungsi uang itu
sendiri. Perdagangan mata uang berarti membuka pintu kezaliman seluas-luasnya
bagi penduduk. Namun ia membolehkan akan pertukaran uang (valas),
dengan syarat dalam transaksi ini ada taqabul (pergerakan atau serah terima)
uang yang dipertukarkan dan tidak ada hulul (penundaan) pembayaran.[35]
Dalam Islam, pemilikan uang tidaklah dilarang. Yang
dilarang adalah penumpukan uang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain.
Hal ini mengakibatkan tertutupnya kesempatan bagi orang lain untuk memenuhi
kehidupannya.
Agar hal itu tidak terjadi, maka Mahmud Abu Saud
mengemukakan:
1. Tidak dibenarkan menumpuk uang oleh siapapun juga.
2. Dilarang memperdagangkan uang.
3. Tidak dibenarkan meminjam uang dengan bunga
4. Tida dimaksudkan untuk memperbudak manusia.[36]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Uang adalah sesuatu yang dijadikan sebagai alat
untuk melakukan transaksi pembayaran ekonomi di mana sesuatu yang dijadikan
sebagai uang diterima, dipercaya dan disukai oleh masyarakat atau orang-orang
yang melakukan transaksi ekonomi.
2.
Fungsi uang menurut teori konvensional adalah Sebagai alat
tukar (medium
of exchange), Sebagai alat kesatuan hitung (unit of
Account) dan Sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (Store of
Value). Sedangkan menurut teori Islam fungsi uang
adalah Sebagai
alat tukar (medium of exchange) dan Sebagai
alat kesatuan hitung (unit of Account).
3.
Uang mengalami sejarah panjang sebelum menjadi
bentuk uang yang sekarang kita kenal seiring dengan perkembangan zaman dan
meningkatnya kebutuhan serta ilmu pengetahuan manusia. Mulai dari bentuk
benda-benda mistik, barang-barang primer, besi, tembaga, emas, perak hingga
menjadi bentuk uang yang sekarang kita kenal.
DAFTAR PUSTAKA
Lukman Hakim. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta:
Erlangga.
Muhammad Syarif
Chaudry. 2012. Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar Fundamental of Islamic
Economic System). terj. Jakarta: Kencana.
Adiwarman Karim. 2012. Ekonomi Makro Islam. Jakarta:
Rajawali Pers.
Boediono. 2001. Pengantar Ilmu
Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter Yogyakarta: BPFE
https://web.facebook.com/ekis.stain.wtp/posts/804225969588475?_rdc=1&_rdr
[1] https://www.kompasiana.com/dyahwardani/konsep-uang-ekonomi-islam-vs-ekonomi-konve
nsional_5855ed61f4967316068b4567 diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
14.45 WIB.
[2] https://albanjarirohman.blogspot.co.id/2014/11/uang-dalam-presfektif-islam.html, diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
06.08 WIB.
[3]https://web.facebook.com/ekis.stain.wtp/posts/804225969588475?_rdc=1&_rdr
diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul 14.47 WIB.
[4] https://www.kompasiana.com/taufikurrohman/uang-dalam-persepektif-ekonomi-islam_
58 597bad9493734b0c8b4569 diakses pada tanggal 8 Oktober 2017
pukul 06.10 WIB. Lihat juga : https://uangindonesia.com/tentang-uang-pengertian-sejarah-fungsi-syarat-jenis-dan-teorinya/ diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
06.14 WIB.
[5] https://nonkshe.wordpress.com/2012/03/13/uang-dalam-pandangan-islam/ diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
14.41 WIB.
[7] https://nonkshe.wordpress.com/2012/03/13/uang-dalam-pandangan-islam/ diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
14.41 WIB.
[8] https://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/fungsi-uang-dalam-perspektif-ekonomi-islam/ diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
14.42 WIB.
[9]
Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2012), h., 19. Lihat juga: https://nonkshe.wordpress.com/2012/03/13/uang-dalam-pandangan-islam/ diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
14.41 WIB.
[10] http://irfazain.blogspot.co.id/2011/12/uang-dalam-syariah-vs-konvensional.html diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
14.48 WIB.
[11] https://albanjarirohman.blogspot.co.id/2014/11/uang-dalam-presfektif-islam.html, diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
06.08 WIB.
[12] Boediono, Pengantar
Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE, 2001), h., 10.
[13] Ibid, h.,
11-12. Lihat juga: https://id.wikipedia.org/wiki/Uang diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
06.13 WIB.
[14] Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), h., 80
[15] https://www.kompasiana.com/taufikurrohman/uang-dalam-persepektif-ekonomi-islam_
58 597bad9493734b0c8b4569 diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul 06.10 WIB.
[16] https://www.kompasiana.com/silviainur/fungsi-uang-dalam-perspektif-ekonomi-islam
_ 585 90f506623bd692437ce24 diakses
pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul 06.11 WIB.
[17] https://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/fungsi-uang-dalam-perspektif-ekonomi-islam/ diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
14.42 WIB.
[18] Adiwarman Karim, Op. Cit. h., 75-78.
[20] https://uangindonesia.com/tentang-uang-pengertian-sejarah-fungsi-syarat-jenis-dan-teorinya/ diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
06.14 WIB.
[21] https://albanjarirohman.blogspot.co.id/2014/11/uang-dalam-presfektif-islam.html, diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
06.08 WIB.
[22] https://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/fungsi-uang-dalam-perspektif-ekonomi-islam/ diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
14.42 WIB.
[23] http://arif-zulbahri.blogspot.co.id/2016/06/perbedaan-konsep-nilai-uang-menurut.html di akses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
14.50 WIB
[24] https://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/fungsi-uang-dalam-perspektif-ekonomi-islam/ diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
14.42 WIB.
[25] http://irfazain.blogspot.co.id/2011/12/uang-dalam-syariah-vs-konvensional.html
diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul 14.48 WIB.
[26] Adiwarman
Karim, Op. Cit, h., 77.
[27] Ibid,
h., 80-82. Lihat juga : https://albanjarirohman.blogspot.co.id/
2014/11/uang-dalam-presfektif-islam.html, diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
06.08 WIB.
[28] Adiwarman
Karim, Op. Cit, h., 79.
[29] https://www.kompasiana.com/taufikurrohman/uang-dalam-persepektif-ekonomi-islam_
58 597bad9493734b0c8b4569 diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul 06.10 WIB.
[30] Muhammad
Syarif Chaudry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar (Fundamental of Islamic
Economic System), terj, (Jakarta: Kencana, 2012), h., 201-202.
[31] Lukman Hakim,
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: Erlangga, 2012), h., 179-180.
[32] https://www.kompasiana.com/taufikurrohman/uang-dalam-persepektif-ekonomi-islam_
58 597bad9493734b0c8b4569 diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul 06.10 WIB.
[33] https://www.kompasiana.com/taufikurrohman/uang-dalam-persepektif-ekonomi-islam_
58 597bad9493734b0c8b4569 diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul 06.10 WIB.
[34] https://web.facebook.com/ekis.stain.wtp/posts/804225969588475?_rdc=1&_rdr
diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul 14.47 WIB.
[35] https://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/fungsi-uang-dalam-perspektif-ekonomi-islam/ diakses pada tanggal 8 Oktober 2017 pukul
14.42 WIB.
[36] Suhrawardi, Op.
Cit, h., 21.
Komentar
Posting Komentar