Makalah Hukum Islam Asia Tenggara; Hukum Islam di Filipina
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Filipina terbagi dalam dua kepulauan besar,
yaitu gugusan kepulauan Luzon di Utara dan gugusan kepulauan Mindanao di
sebelah Selatan. Minoritas Muslim Filipina, atau yang lebih dikenal dengan
Muslim Moro, adalah komunitas Muslim yang mendiami kepulauan Mindanao Sulu
beserta gugusannya di Filipina bagian Selatan.
Penduduk
Filipina berjumlah sekitar 90 juta dengan 12 juta di antaranya adalah
Muslim. Minoritas Muslim di Filipina menghadapi masalah di mana mereka harus
berdampingan hidup dengan non-Muslim dan menjadi warga Negara dari negara
non-Muslim.
Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan,
khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Islam masuk secara
damai melalui jalur kultural.
Pada 1940 Amerika menghapuskan kesultanan Sulu dan
menggabungkan bangsa Moro ke dalam Filipina. Tetapi setelah Filipina merdeka,
Muslim Filipina kembali dijajah oleh pemerintahnya sendiri di negerinya sendri.
Hal inilah yang membuat penulis teratik untuk membuat makalah dengan judul “Hukum
Islam di Filipina”.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
proses masuknya Islam di Filipina?
2.
Bagaimana
perkembangan Hukum Islam di Filipina dari masa ke masa?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui mengenai proses masuknya Islam di Filipina.
2.
Untuk
mengetahui mengenai perkembangan Hukum Islam di Filipina dari masa ke masa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI FILIPINA
1.
Sekilas Mengenai Negara Filipina
Filipina
adalah sebuah Negara kepulauan yang terletak di barat Samudera Pasifik.[1]
Filipina
memiliki luas wilayah 300.076 km terdiri dari 7.107 pulau. Penduduknya terdiri
dari beberapa suku yaitu suku Filipino 80%, Tionghoa 10%, Indo Arya 5%, Eropa
dan Amerika 2%, Arab 1%, suku lain 2%.[2]
Secara geografis wilayah Filipina terbagi dalam
dua kepulauan besar, yaitu gugusan kepulauan Luzon di Utara dan gugusan
kepulauan Mindanao di sebelah Selatan. Minoritas Muslim Filipina, atau yang
lebih dikenal dengan Muslim Moro, adalah komunitas Muslim yang mendiami
kepulauan Mindanao Sulu beserta gugusannya di Filipina bagian Selatan.
Sejumlah
literatur menyebutkan, istilah 'Moro' merujuk kepada kata Moor, Mariscor, atau
Muslim. Kata Moor berasal dari istilah latin, Mauri, sebuah istilah yang sering
digunakan orang-orang romawi kuno untuk menyebut penduduk wilayah Aljazair
barat dan Maroko. Ketika bangsa Spanyol tiba di wilayah Filipina dan menemukan
sebuah bangsa yang memiliki agama dan adat istiadat seperti orang-orang Moor di
Spanyol Andalusia, mereka mulai menyebut orang-orang di Filipina dengan istilah
Moro.[3]
Penduduknya
berjumlah sekitar
90 juta dengan 12 juta di antaranya adalah Muslim. Minoritas Muslim di Filipina
menghadapi masalah di mana mereka harus berdampingan hidup dengan non-Muslim
dan menjadi warga Negara dari negara non-Muslim.[4]
2.
Sejarah
Masuknya Islam di Filipina
Islam memiliki sejarah panjang di Filipina.
Sejak zaman pra-kolonial , masyarakat Muslim di selatan tercatat sebagai
masyarakat yang mempu mempertahankan diri dari penetrasi Spanyol selama tiga
ratus tahun. Baru pada awal abad ke-20M wilayah Muslim di selatan dipersatukan
secara administrative dan sistematis ke dalam masyarakat politik yang lebih
luas meskipun menimbulkan banyak hambatan. [5]
Keberadaan Islam di Filipina Selatan telah ada jauh sebelum Spanyol
menginjakkan kakinya di tanah ini. Itu
dibuktikan dengan adanya laporan seorang pengembara Cina pada zaman Dinasti
Yuan, 1280-1368.[6]
Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan,
khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Islam masuk secara
damai melalui jalur kultural. Pada masa itu, suku-suku di Filipina menganut
animism dan dinamisme seperti penyembah roh leluhur dan pemuja roh melalui
patung. Islam disebarkan di Filipina melalui akulturasi tradisi local dan
nilai-nilai keislaman.[7]
Orang yang pertama kali memperkenalkan Islam ke
Sulu adalah Tuan Mashaika yang diduga telah sampai ke Sulu pada abad ke-13 M. Berikutnya
Islam dibawa oleh Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja
Baginda. Menurut catatan sejarah, Raja Baginda adalah seorang pangeran dari
Minangkabau (Sumatera Barat).[8]
Raja Baginda tiba di kepulauan Sulu sepuluh
tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan.
Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja
terkenal dari Manguindanao memeluk Islam.[9]
Akhirnya, sepanjang garis pantai kepulauan Filipina berada di bawah pemimpin Islam
yang bergelar Datu layaknya tradisi Melayu. Dari sinilah Perdaban Islam di
wilayah ini mulai dirintas dan menyebar ke wilayah lainnya hingga ke Pulau
Lanao.[10]
Pada masa itu sudah dikenal system pemerintahan
dan peraturan hukum, yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang
didasarkan atas Minhaj dan Fathul-l-Qarib, Taqribu-i-Intifa dan Miratu-Thullab.[11]
B.
HUKUM ISLAM DI
FILIPINA DARI MASA KE MASA
1.
Masa Kesultanan
Pada
1380 M, Karim ul-Makdum seorang ulama keturunan Arab, menyebarkan Islam di
Kepulauan Sulu. Dilanjutkan Raja Bagindo dari Minangkabau pada 1390,
menyebarkan Islam di wilayah ini. Raja Bagindo telah mengislamkan masyarakat
Sulu sampai ke Pulau Sibutu.
Sekitar
1450 M, seorang Arab dari Johor, Sharif ul-Hashim Syed Abu Bakr tiba di Sulu
menikahi Paramisuli, putri Raja Bagindo. Setelah Raja tiada, Abu Bakr
melanjutkan dakwah di wilayah ini.
Pada
1457, ia mengumumkan berdirinya Kesultanan Sulu dengan gelar Paduka Maulana
Mahasari Sharif Sultan Hashim Abu Bakr.[12]
Masyarakatnya
patuh pada pemerintah dan taat pada hukum Islam yang bermazhab Sunni, hal ini
membuat colonial memerlukan waktu sekitar 3 abad untuk mengambil alih wilayah
kesultanan ini. Pada masa kesultanan ini sudah dikenal system pemerintahan dan peraturan
hukum, yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj
dan Fathul-l-Qarib, Taqribu-i-Intifa dan Miratu-Thullab.[13]
2.
Masa Kolonial
Spanyol
Spanyol datang dan menjajah Filipina pada 1521.
Pada 1570, Kesultanan Manila jatuh ke tangan Spanyol sementara Mindanao dan
Sulu dapat mempertahankan wilayahnya. Selama lebih dari 375 tahun Spanyol berusaha
merebut wilayah Selatan Filipina, namun kaum Muslim di sana tidak pernah dapat
ditundukkan scara total.
Pada masa colonial ini, Spanyol menerapkan
politik Devide and Rule (Pecah Belah dan Kuasai) serta mission-sacre
(Misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan orang Islam diberi
julukan jahat yakni Moor atau Moro yang berarti buta huruf, jahat, tidak
bertuhan dan tukang bunuh.[14]
Pada 1578, terjadi perang besar antara orang
Filipina itu sendiri di mana orang-orang Filipina Utara yang telah dikristenkan
dilibatkan dalam ketentaraan colonial dan di adu domba sehingga berperang
melawan orang-orang Islam di Selatan. Inilah awal mula kebencian dan kecurigaan
orang-orang non-Muslim Filipina terhadap Muslim Moro yang berlanjut hingga
sekarang.[15]
3.
Masa
Imperialisme Amerika Serikat
Amerika serikat pada tahun 1896 yang dipimpin presiden MC
Kinely dan berhasil menaklukkan jajahan spanyol tersebut tahun 1899, tetapi
muslim Sulu melawan. Pada akhirnya Sulu jatuh ketangan Amerika pada 1914,
kejadian tersebut pertama kalinya dialami Sulu dan jatuh ke tentara non muslim.
Pada 11 maret 1915 raja (sultan) muslim dipaksa turun tahta. 1940 Amerika
menghapuskan kesultanan Sulu dan menggabungkan bangsa Moro ke dalam Filipina.[16]
Padahal pada awalnya Amerika datang ke Mindanao, setelah
Filipina dijual oleh Spanyol seharga US$ 20 juta kepada Amerika, mereka
bersikap sebagai sahabat baik yang dapat dipercaya. Hal ini dibuktikan dengan
traktar Bates (20 Agustus 1898M) yang menjanjikan kebebasan beragama,
mengeluarkan pendapat dan kebebasan pendidikan bagi bangsa Moro. Tetapi, traktat itu hanyalah taktik agar
Muslim Moro tidak memberontak karena Amerika tengah disibukkan dengan
pemberontakkan kaum revolusioner Filipina Utara.[17]
Setelah pemberontak berhasil dilumpuhkan, Amerika menerapkan
strategi penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan bujukan terhadap Muslim
Filipina. Kebijakan ini kemudian disempurnakan oleh orang-orang Amerika sebagai
ciri khas penjajahan mereka yang terbukti merupakan strategi yang sangat
efektif dalam meredam perlawanan Bangsa Moro. Akibatnya politik dan kesatuan di antara masyarakat
Muslim mulai berantakan dan basis budaya mulai diserang oleh norma-norma Barat.[18]
4.
Masa Peralihan
Masa pra-kemerdekaan ditandai dengan masa peralihan
kekuasaan dari penjajah Amerika ke pemerintah Kristen Filipina di Utara. Untuk menggabungkan
ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukanlah hukum-hukum tanah
warisan jajahan AS yang sangat kapitalistis seperti Land Registration Act No.
496 (November 1902) yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk
tertulis, ditandatangani dan di bawah sumpah. Kemudian Philippine Commission
Act No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para Sultan, Datuk,
atau kepala Suku Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada wewenang
atau izin dari pemerintah.
Pada intinya ketentuan tentang hukum tanah ini merupakan
legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah adat dan ulayat) oleh
pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina di Utara yang menguntungkan para
kapitalis.Kepemilikan tanah yang begitu mudah dan mendapat legalisasi dari
pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran orang-orang
Utara ke Mindanao.
Banyak pemukim yang datang, seperti di Kidapawan,
Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan mereka ke Mindanao adalah
untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik banyak pemukim dari utara ke Mindanao,
pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat
bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini diteruskan oleh
pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut.Sehingga perlahan
tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah kelahiran mereka
sendiri.[19]
5.
Masa Pasca Kemerdekaan Hingga
Sekarang
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina pada 4 Juli 1946 M dari
Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro.
Hengkangnya penjajah (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan
penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini
perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan
yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM (Mindanao Independece Movement), MNLF,
MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun pada saat yang sama, juga merupakan masa
terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan
mereka secara keseluruhan.[20]
Menurut Majul, minimal ada tiga alasan yang menjadi penyebab
sulitnya bangsa Moro berintegrasi secara penuh kepada pemerintah Republik
Filipina.
a.
bangsa Moro sulit menerima Undang-Undang Nasional karena
jelas undang-undang tersebut berasal dari Barat dan Katolik dan bertentangan
dengan ajaran Islam.
b.
Sistem sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama tanpa
membedakan perbedaan agama dan kultur membuat bangsa Moro malas untuk
belajar di sekolah yang didirikan oleh pemerintah.
c. Adanya trauma dan kebencian yang
mendalam pada bangsa Moro atas program perpindahan penduduk yang dilakukan oleh
pemerintah Filipina ke wilayah mereka diMindanao, karena program ini telah
mengubah mereka dari mayoritas menjadi minoritas di segala bidang kehidupan.
Pemberontakan kaum muslim dilihat sebagai sesuatu yang
terlalu mahal dan tidak perlu. Perjanjian Tripoli yang diupayakan untuk
menghentikan pertempuran antara pihak MNLF dengan pemerintah diadakan.
Langkah-langkah positif telah dilakukan pemerintah untuk menunjukkan perhatian
dan iktikad baik. Di antaranya adalah dengan pembentukan Philipine Pilgrimage
Authority, agen pembangunan dan kesejahteraan muslim dan pelaksanaan hokum keluarga
bagi kaum muslim.
Pada tahun 2006 diadakan sebuah pertemuan di Malaysia antara
pemerintah Filipina dengan MILF yang menghasilkan kesepakatan di mana wilayah
Mindanao ditetapkan sebagai wilayah Muslim yang dipimpin oleh pemimpin Muslim
dan diberikan otoritas penuh untuk mengatur wilayahnya sendiri. Namun
kesepakatan ini dibatalkan setelah adanya unjuk rasa besar-besaran oleh
non-Muslim Filipina yang berujung dengan pernyataan Mahkamah Agung Filipina
yang menyatakan bahwa kesepakatan tersebut illegal dan harus dibatalkan.
Pada tahun 2008, Presiden Filipina berikrar tidak akan
berhenti melakukan serangan militer terhadap gerilayawan Muslim dari Front
Pembebasan Islam Moro (MILF). Ini mengakibatkan ratusan masjid hancur dan ribuan
Muslim menjadi korban. [21]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Islam masuk ke
wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380
M. Islam masuk secara damai melalui jalur kultural yang dibawa oleh Tuan
Mashaika, ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baginda dari Sumatera
Barat.
2.
Hukum Islam di Filipina hanya berjaya sesaat
yakni pada awal-awal masuknya Islam di Filipina dan pada masa kesultanan.
Setelah Mindanao dan Sulu berhasil ditaklukkan penjajah dan merdeka sebagai
Negara mayoritas non-Muslim, hukum Islam di Filipina mulai meredup. Hal ini
disebabkan masyarakat Muslim Filipina terancam di negeri mereka sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Helmiati. 2011. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru: Zanafa:
Adjid Thohir.
2009. Studi Kawasan Dunia Islam: Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-politik.
Jakarta: Rajawali Pers.
Asep Ahmad Hidayat dkk. 2014. Studi
Islam di Asia Tenggara. Bandung: Pustaka Setia.
Samsul
Munir Amin. 2013. Sejarah Peradabasn Islam. Jakarta: Amzah.
[2]http://kaderpmiikotasukabumi.blogspot.co.id/2012/01/perkembangan-hukum-islam-di-filipina .html diakses pada
tanggal 11 November 2017 pukul 06.59 wib.
[3] http://www.republika.co.id/berita/shortlink/35244
diakses pada tanggal 11 November 2017 pukul 07.00 wib.
[4] Helmiati, Op.
Cit.
[5] Adjid Thohir, Studi
Kawasan Dunia Islam: Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-politik, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h., 363.
[6] http://www.republika.co.id/berita/shortlink/35244 diakses pada tanggal 11 November 2017 pukul 07.00 wib.
[7] Asep Ahmad
Hidayat dkk, Studi Islam di Asia Tenggara, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), h.,
69.
[8] Helmiati, Op.
Cit, h., 256.
[9] Ibid, h., 257. Lihat juga: Asep Ahmad Hidayat dkk, Op.
Cit. lihat juga: http:// kaderpmiikotasukabumi.blogspot.co.id/2012/01/perkembangan-hukum-islam-di-filipina.html
diakses tanggal 11 November 2017 pukul 06.59 wib.
[10]. Helmiati, Op.
Cit, h., 257
[11] Asep Ahmad
Hidayat dkk, Op. Ci. Lihat juga : Helmiati, Op. Cit.
[12] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradabasn Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), h., 329.
[13] Asep Ahmad
Hidayat dkk, Op. Ci. Lihat juga : Helmiati, Op. Cit.
[16]Helmiati, Op. Cit.
Komentar
Posting Komentar